THIS IS ME

THIS IS ME

Sabtu, 07 Oktober 2017

Cerpen Misteri: 3 DAYS

Sudah seharian ini aku tidak tidur. Aku harus menyelesaikan deadline novel nonfiksi kedua ku. Sedari tadi ponsel dan telepon rumah terus berdering. Aku takut untuk mengangkatnya. Bos pasti marah sekali karena deadline nya hampir tiba. Ah, aku sangat pusing. Kondisi rumahku jadi berantakan. Malahan ada bau busuk yang tercium di seluruh ruangan. Aku muak. Aku ingin keluar dari sini dan menghirup udara segar, namun apa daya, deadline yang sudah ditentukan membuatku malas beranjak. Aku hanya harus fokus mengetik dan menghadapi kenyataan bahwa tulisanku baru selesai separuh jalan.

Sial! Aroma amis itu tak juga hilang. Makin mengganggu dan membahana. Aku akan menelpon petugas kebersihan begitu tulisanku selesai. Sekarang aku harus fokus pada tulisanku yang masih perlu revisi beberapa kali ini.

Ah, tersisa seratus halaman lagi. Aku yakin, jika aku mengerjakannya selama tiga hari non-stop, aku bisa menyelesaikannya. Yah, yang perlu kulakukan hanya menatap layar monitor dan mulai mengetik sebanyak - banyaknya.

Baru beberapa halaman aku mengetik, gangguan lain lagi - lagi menghampiri. Sudah cukup dengan bau busuk itu, sekarang apa lagi?

Anjingku menggonggong sangat keras. Telingaku sakit mendengarnya. Apa yang sebenarnya dia lihat? Padahal jam baru menunjukkan pukul 10 malam. Belum terlalu larut kurasa.

“Hei Reinheart, diam! Kalau kau terus menyalak, aku akan menjadikanmu makan malam!” aku berkelakar seraya menatap Reinheart dengan sorot mata kesal.

Reinheart, anjing itu tak juga berhenti mengeluarkan suara bisingnya. Akh! Aku bisa gila! Aku harus konsentrasi sekarang!

Kuputuskan untuk membimbing anjing bertubuh gempal itu keluar dengan mengumpannya keluar menggunakan suaraku. Setelah ia benar benar di luar, pintu aku tutup rapat.

Aku duduk di atas kursi dan kembali menatap layar monitor bersama cahaya remang yang hanya berasal dari laptop dan lampu tidur di sisi ranjang.

Aku terus mengetik. Tanganku jadi lancar setelah gangguan demi gangguan menghilang. Aku merasa lebih tenang.
Tak sadar, matahari sudah terbit lagi. Sudah dua hari berlalu dan aku masih setia mendedikasikan diri di balik laptop hitam dan cahaya redup kamarku. Persetan dengan horden yang masih tertutup. Matahari masih bisa masuk melalui celah celah ventilasi. Aku hanya harus fokus pada tulisanku. Yah, aku harus fokus.

Siang berlalu, aku sudah hampir selesai menaruh kata demi kata pada halaman halaman Microsoft Word. Kepalaku tiba tiba pusing. Aku mencoba mengistirahatkan tubuh dan pikiranku sejenak. Aku membaringkan kepalaku di atas meja kayu tua itu bersama laptop yang masih menyala. Lima menit, sepuluh menit, hingga satu jam berlalu begitu saja.

Aku langsung terbangun begitu Reinheart mulai menggonggong lagi. Tak sadar matahari sudah turun dari atas cakrawala, berganti bulan yang tampaknya purnama saat ini. Ruangan remang remangku jadi sedikit terang karena cahaya bulan.

Aku meringis. Merutuk diriku yang tledor. Aku kehilangan banyak waktu gara - gara ketiduran. Aku berterima kasih dalam hati kepada Reinheart yang telah membangunkanku dan lantas melanjutkan kembali ketikanku yang sempat tertunda.

Aku tak boleh berhenti. Besok adalah deadline nya. Aku harus cepat - cepat mengakhiri kata di dalam dokumen Microsoft ini dan melakukan revisi.

Ah, keringatku mengucur sangat deras saat jam menunjukkan angka tiga tengah malam.

Hal - hal horror malah terbayang - bayang di benakku. Konsentrasiku jadi terbagi. Ditambah Reinheart yang terus menerus melolong. Mengerikan! Tak biasanya anjing itu mengeluarkan suara sedemikian menakutkan. Bulu kudukku jadi meremang.

Jantungku semakin lama semakin berpacu. Berdetak tak karuan! Ah, aku sampai lupa sarapan selama hampir tiga hari karena deadline sialan ini. Tetapi aneh, aku tak merasa lapar atau haus. Mungkin karena semangat membara yang menguasaiku sehingga semua hal itu lewat begitu saja.

Ah, aku akan membereskan semua setelah aku merevisi tulisan ini. Aku berjanji.

Tanganku terus mengetik hingga tak sadar, matahari menyapa lagi. Aku menghembuskan nafas berat. Ketikanku melambat. Aku sampai pada kata ‘finish’ dalam dokumen itu. Ada senyum yang sekilas muncul saat jari - jariku mengakhiri revisi ketigaku. Aku menyimpan dokumen itu dengan perasaaan lega.

Tepat saat aku bersandar di kursi hendak menutup mata sejenak karena telah berhasil menyelesaikan deadline keparat itu, bel rumahku berbunyi. Aku bergegas beranjak dan perlahan membuka pintu.

Kulihat wajah gadis yang selama setahun ini bersamaku. Dia adalah gadis cantik dengan kulit seputih susu. Rambut panjang adalah kesukaanku. Dia datang dengan rambutnya yang tergerai hitam pekat dan berpakaian kasual seperti biasa.

Tetapi ada yang aneh dengannya.
Ia terlihat sangat shock. Mimiknya luar biasa terkejut. Tercengang hebat.

Ia berlari masuk begitu saja tanpa memerdulikanku. Lalu saat gadis itu masuk ke dalam kamar, ada suara teriakan panjang beserta serak tangis yang membabi buta. Ia memanggil namaku. Berulang ulang. Sekonyong konyong aku berlari masuk. Gadis itu menangis sejadi jadinya. Dihadapan mayat seseorang. Mayat yang mengeluarkan aroma busuk selama tiga hari ini.

Mayat siapa itu?

Kulihat pakaian si mayat persis dengan pakaian yang kukenakan saat ini. Dia tertidur di atas meja, dengan belatung yang sedikit demi sedikit memakan tubuh dan organ - organnya.

Aku terdiam. Membatu.

Besok paginya, berita mayat itu masuk koran.

Seorang penulis novel nonfiksi terkenal, tewas karena serangan jantung.

Dikabarkan, dia terkena serangan mendadak karena terus - menerus beraktifitas selama tiga hari tanpa jeda.

***

By: ST. Magfirah R (Vhyra Pabbo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar